Agar Tak Salah, Berikut Panduan Rasulullah SAW Terkait Harta dan Santunan Anak Yatim


Ilustrasi oleh Samer Chidiac/Pixabay.
Ilustrasi oleh Samer Chidiac/Pixabay.

SAHABAT SURGA.NET|JAKARTA- Rasulullah Muhammad SAW telah menuntun umat muslim dalam berbagai segi kehidupan, termasuk dalam mengelola harta maupun santunan bagi anak yatim.

Terlebih di Indonesia, santunan anak yatim pada 10 Muharam kini menjadi tren tersendiri dan semakin banyak dilakukan masyarakat luas.

Diolah dari NU Online, pengurus santunan anak yatim baik lembaga filantropi, juga wali atau perawat anak yatim mempunyai tanggung jawab besar dunia akhirat.

Dalam hal ini Syekh Abdul Wahab as-Sya’rani memberi panduan bagi orang yang diminta mengelola harta anak yatim.

Bila orang itu melihat dirinya sendiri adalah orang yang benar-benar takut kepada Allah dan tidak berani nekat melakukan maksiat karena malu kepada-Nya, maka bolehlah ia menerima permintaan mengelola harta anak yatim.

Namun bila ia lihat dirinya masih suka bermaksiat ketika sedang sendirian, secara sembunyi, maka ia tidak pantas menjadi pengelolanya.

Sebab wali yatim yang sebenarnya adalah Allah. (Abdul Wahab as-Sya’rani, Lawaqihul Anwar fi Bayanil ‘Uhudil Muhammadiyyah, [Beirut, Darul Kutubil ‘Ilmiyah: 2005], halaman 589-590).

Bahkan, diriwayatkam Rasulullah SAW melarang sahabat mengurus harta anak yatim.

Rasulullah SAW sendiri pernah melarang salah satu sahabatnya, yaitu Abu Dzar ra, agar tidak berani-berani mengurus harta anak yatim, karena kelemahan yang ada padanya.

Rasulullah SAW menegaskan:

يَا أَبَا ذَرٍّ، إنِّي أرَاكَ ضَعِيفا، وَإنِّي أُحِبُّ لَكَ مَا أُحِبُّ لِنَفْسِي. لاَ تَأَمَّرَنَّ عَلَى اثْنَيْنِ، وَلاَ تَوَلَّيَنَّ مَالَ يَتِيمٍ. رواه مسلم

Artinya, “Hai Abu Dzar, aku melihatmu sebagai orang lemah. Sungguh aku mencintaimu dengan apa yang aku cintai untuk diriku sendiri. Sungguh kamu jangan sampai memimpin atas dua orang (pun), dan sungguh jangan sampai kamu mengelola harta anak yatim.” (HR Muslim).

Kelemahan yang dimaksud adalah Abu Dzar ra merupakan pribadi yang terlalu zuhud dan tidak begitu memikirkan dunia.

Nah, pribadi seperti ini biasanya tidak mementingkan urusan harta dan dunia. Karenanya tidak cocok menjadi pemimpin dan pengelola harta anak yatim.

Demikian penjelasan Imam al-Qurthubi. (Jalaluddin as-Suyuthi, Hasyiyah as-Suyuthi was Sunanin Nasai, juz V, halaman 254).

Nah, demikian sedikit cerminan bagi semua orang agar lebih berhati-hati bila berurusan dengan harta anak yatim. Terlebih bila menjadi panitia penyelenggara, pengelola, pengurus lembaga filantropi, atau perawat anak yatim. (Nur)